Jumat, 30 Oktober 2009

komntar yg ke Email

1. Dikirim oleh: AlUstadz Ahmad Zawawi, Alumni Pasca Sarjana Univ Al Azhar Cairo, Dosen di STAIN Pekalongan, tinggal di Tegal.
بسم الله الرحمن الرحيم
Komentar seputar isu belenggu wanita
Assalamu'alaikum
Tertarik juga untuk ikut ngaji sekaligus urun rembug dalam forum pengajian bersama Kyai Adib Masruhan, sebagai upaya membangun tradisi keilmuan yang lebih mapan..
Pada kesempatan ini, saya ingin mengemukakan beberapa poin yang berkaitan seputar isu belenggu wanita yang disampaikan Kyai.
Pertama : memilih pasangan
Bagi para mahasiswa yang menggali ilmu pengetahuan pada lembaga pendidikan di timur tengah termasuk Al Azhar, menilai " persoalan hak dalam memilih pasangan hidup baik pria atau wanita dalam prespektif hukum Islam" tidak asing lagi, sebab baik dalam diktat kuliyah maupun penjelasan para Ulama kontemporer mengatakan bahwa ajaran agama kita memberi hak kepada pria dan wanita untuk memilih pasangan sesuai hati nurani masing-masing, sehingga sebelum khitbah (lamaran) keduanya diberi peluang untuk saling mengenal melalui pertemuan tatap muka agar bisa saling mengenal, dengan satu syarat pihak wanita didampingi salah satu anggota keluarga mahram.
Kyai menulis : Pernikahan sebagai mana dipahami oleh masyarakat Islam (mungkin dari kitab kuning) bahwa perempuan harus menunggu untuk dilamar dan dinikahkan, harus menurut apa yang dikehendaki oleh orang tua atau wali, tanpa mengindahkan peran dan hak haknya.
Dalam literature fikih klasik karya para ulama agung dapat disimpulkan bahwa, ada dua pendapat berkaitan dengan hal ini, yaitu :
Pertama : ulama Hanafiyah, sebagian Hanabilah berpendapat seorang wali/ortu tidak mempunyai hak paksa terhadap putri gadisnya untuk dinikahkan dengan seseorang tanpa persetujuannnya.
Kedua : ulama Syafiiyah, Malikiyah berpendapat seorang wali/ortu mempunyai hak paksa terhadap putri gadisnya untuk dinikahkan dengan seseorang tanpa persetujuannnya. Bukan tempatnya menyebut tendensi hukum masing-masing, yang penting para ulama kotemporer menilai pendapat syafiiyah (yang menjadi sentral panutan mayoritas muslim tanah air termasuk) untuk masa sekarang tidak relefan lagi, disamping banyak hadis Nabi yang menjelaskan hak wanita dalam menentukan pilihan (seperti telah disebut Kyai), realitas kehidupan masyarakat yang membuka peluang luas bagi pria dan wanita untuk saling mengetahui karakter masing-masing.
Perlu di catat bahwa di Indonesia walaupun mayoritas masyarakat muslim menganut madzhab Syafii, namun tradisi orang tua memaksa putrinya untuk menikah dengan seseorang hampir punah, sangat jarang kita menyaksikan hal ini di masyarakat, yang banyak terjadi adalah penawaran dari pihak orang tua kepada putrinya berkaitan adanya seseorang yang ingin menjadi pendamping, adapun keputusan ada di tangan putrinya, sehingga sejalan dengan anjuran Nabi :
ولا تنكح البكر حتى تستأذن
Pada prinsipnya, pernikahan akan merumuskan kebahagiaan bagi kedua mempelai dan membawa citra harum keluarga dari kedua mempelai sehingga peran orang tua dan kedua mempelai diharapkan bisa saling mengisi agar bisa tercipta nuansa kekeluargaan yang harmonis.
عن أبي حاتم المزني قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا جاءكم من ترضون دينه وخلقه فأنكحوه إلا تفعلوا تكن فتنة في الأرض وفساد
Sebenarnya kita semua patut prihatin di masa sekarang, dengan menyaksikan kode etik pergaulan pria wanita telah pudar, interaksi antara keduanya tanpa batas lagi, apakah pernikahan yang didahului dengan pacaran, jalan berdua, gandengan tangan… yang kita harapkan ?
Kontrol orang tua semakin pudar, berbagai kebobrokan moral semakin marak, sebelum menikah ternyata sudah mengandung 1/2 bulan bukan hal aneh lagi …generasi muslim akan di bawa kemana ? menjadi tanggung jawab siapa semua ini ?
Kedua : nikah tanpa wali
Bukan hal baru persoalan nikah tanpa wali, ulama fikih klasik telah membahas dengan kesimpulan ada dua pendapat…mayoritas mengatakan tidak sah dan Hanafiyah mengatakan sah, masing-masing memakai tendensi nash syar'i ..
Bagi hanafiyah yang membolehkan wanita menikah tanpa wali, dengan catatan pasangan/calon suami dalam posisi sederajat (kufu) dan mahar mencapai standar (mahar mitsil), kalau hal ini tidak terealisasi, pihak wali/orang tua berhak membatalkan akad nikah. Artinya peran kontrol dari pihak wali/orang tua tetap berjalan walapun putrinya yang melangsungkan akad nikah.
Terlepas dari perdebatan soal ini, realita kehidupan masyarakat kita terutama kalangan kampus sangat memprihatinkan, sudah mulai terjadi pernikahan antara mahasiswa-mahasiswi tanpa sepengetahuan pihak wali sekaligus tidak tercatat pada lembaga sipil, orang tua mengetahui setelah hamil atau punya anak, suatu saat ketika hal ini menjadi fenomena marak dalam masyarakat kita akan terjadi problematika yang semakin ruwet, konflik internal perpecahan antar anggota keluarga karena rasa kecewa atau sikap tidak setuju terhadap pasangan/menantu yang tidak dikenal sebelumnya.
Hal ini perlu menjadi pertimbangan dalam mendukung pendapat ulama yang membolehkan nikah tanpa wali, bukan hanya mengedepankan factor isu gender saja.
Ketiga : kritik sanad hadis dan kandungannya.
Ada beberapa hadis yang disebut Kyai patut kita kaji sanadnya, diantaranya sbb :
Kalau buka maktabah syamilah kelompok kitab-kitab karya Syekh Al Albani dapat ditemukan komentar Beliau
3269 أخبرنا زياد بن أيوب قال حدثنا علي بن غراب قال حدثنا كهمس بن الحسن عن عبد الله بن بريدة عن عائشة أن فتاة دخلت عليها فقالت إن أبي زوجني ابن أخيه ليرفع بي خسيسته وأنا كارهة قالت اجلسي حتى يأتي النبي صلى الله عليه وسلم فجاء رسول الله صلى الله عليه وسلم فأخبرته فأرسل إلى أبيها فدعاه فجعل الأمر إليها فقالت يا رسول الله قد أجزت ما صنع أبي ولكن أردت أن أعلم أللنساء من الأمر شيء .
تحقيق الألباني : ضعيف شاذ
كتاب : صحيح وضعيف سنن النسائي للألباني

Hadis Ibnu Abas yaitu :
عن ابن عباس: أن جارية بكرا أنكحها أبوها وهي كارهة، فخيرها رسول الله صلى الله عليه وسلم
سنن الدارقطني ج: 3 ص: 234
Disebutkan juga dalam sunan abu dawud dan dijelaskan oleh para ulama, lengkapnya :
قال صاحب عون المعبود :
( أن جارية بكرا أتت النبي صلى الله عليه وسلم إلخ )
: في الحديث دلالة على تحريم الإجبار للأب لابنته البكر على النكاح ، وغيره من الأولياء بالأولى . وإلى عدم جواز إجبار الأب ذهبت الحنفية لهذا الحديث ولحديث والبكر يستأمرها أبوها ويأتي في الباب الذي يليه وذهب أحمد وإسحاق والشافعي إلى أن للأب إجبار ابنته البكر البالغة على النكاح عملا بمفهوم حديث " الثيب أحق بنفسها من وليها " فإنه دل على أن البكر بخلافها وأن الولي أحق بها ، ويرد بأنه مفهوم لا يقاوم المنطوق وبأنه لو أخذ بعمومه لزم في حق غير الأب من الأولياء وأن لا يخص بجواز الإجبار . وقال البيهقي في تقوية كلام الشافعي : إن حديث ابن عباس هذا محمول على أنه زوجها من غير كفء قال الحافظ في الفتح : جواب البيهقي هو المعتمد لأنها واقعة عين فلا يثبت الحكم بها تعميما .
Terakhir : berbagai ploblematika keluarga semakin kompleks, mulai dari pempuan menjadi korban kekerasan baik fisik, psikologis maupun seksual, penganiayaan anak terhadap orang tua, merambahnya kasus perceraian, perselingkuhan,dll.
Semua ini patut kita renungkan bersama, bukan hanya dipengaruhi factor pemahaman konsep "hak wanita memilih pasangan, nikah tanpa wali, hak cerai,", namun sangat kompleks factor yang melatarbelakangi menurut hemat saya, diantaranya dengan minimnya pengetahuan hak-hak suami istri dalam konsep ajaran kita, berbagai tayangan negative berbau maksiat tidak asing lagi menjadi topic harian di televisi, peluang mengakses situs porno yang meruntuhkan nilai moral merambah sampai rumah-rumah bahkan kamar tidur …betapa menyedihkan semua ini terjadi di masyarakat muslim sekarang..
wassalamu'alaikum
Salam ta'dhim dari murid Kyai
Zawawi

2. Dikirim oleh Al Ustadz Amin Handoyo, alumni Univ Al zhar Cairo, Staff di PD Pontren Depag Propinsi Jateng, Pengurus Yayasan Futuhiyyah, tinggal di Mranggen,

tulisannya bagus, akan tetepi saya mohon agar haditsnya dipahami sebagaimana maksud hadits, bukan berdasar keinginan penulis. Hadits tentang nabi pernah mojok dengan seorang perempuan misalnya, ada potongan yang tidak disebutkan, dimana pada awal hadits ada kata
ان امرأة في عقلها شيئ .
potongan ini sangat penting, untuk menjelaskan bahwa kondisi itu adalah kondisi pengecualian, bukan kondisi umum. Jadi setiap kaedah itu ada pengecualiannya. akan sangat berbahaya bila sebuah pengecualian menjadi kaedah umum. kalau demikian , maka nanti daging babi bisa menjadi halal. Padahal daging babi menjadi halal itu kan pada saat tertentu



Naily Nikhla Aziz menjawab:
Saya mohon maaf sebesar-besarnya kepada bapak, tntang tulisan saya KASIH ISLAMI 1, dimana disitu ada potongan hadits yang tidak dimasukkan nya potongan hadits tersebut bukan maksud kami memanipulasi hadits Nabi SAW, kami mensitir hadits tersebut dari sumbernya Shahih Bukhari yang bunyi teksnya seperti tertulis dalam kisah tersebut, dan tidak ada tambahan seperti yang bapak maksud.
Kalau bpak merujuk dari kitab Shahih Muslim, memang ada tambahan teks tersebut, namun didalam Syarahnya yang ditulis oleh al Imam Yahya ibn Syarof an Nawawi 4/1412 tidak memberi komentar apa-apa pada teks tersebut, bahkan seperti tidk ada arti apa-apa
Sedang di Syarah Bukhari karya al Hafidl al-Imam Ahmad ibn Ali ibn Hajar al Asqolani 15 /45 hadits tersebut diberi bab dengan bab :
باب ما يجوز أن يخلو الرجل بالمرأة
Sehingga saya memberanikan diri memasukkan hadits tersebut dalam Rasulullah SAW mojok dengan seorang perempuan.
Mohon bimbinganya untuk cerita kami sampai ke seri 3 nantinya.

Wassalamualaikum Wr Wb.
Salam kami

Naily Nikhla Aziz.
Continue reading...